*Flashback*
Mau kuliah dimana nanti?
Pengen banget kuliah di kampus Ganesha Bandung nih
Jurusan apa?
Pengen perencanaan wilayah kota atau arsitektur, pokoknya SAPPK
Yap, ku ingin sekali kuliah di sana, kampus idaman sejak dari kecil (karena orang tua sering banget ngajak main ke sana). Pokoknya harus banget deh masuk sini. Setiap main ke sana selalu buat janji sendiri, sering ikut kegiatan di sana, nyari-nyari informasi tentang apapu yang berhubungan sama kampus itu, nanya-nanya gimana caranya bisa masuk sana, pokoknya ngambis banget deh pengen kuliah di sana.
Pilihan SNMPTN:
1. SAPPK
2. FTSL
3. Matematika
Oke, Bismmillah. Bukannya kepedean, tapi dari dulu ku selalu yakin, dengan usaha dan berdo'a semua yang diinginkan pasti didapat. Yaaa pasti lancar-lancar aja kan. Sambil nunggu pengumuman SNMPTN, ku tetap nyari-nyari info tentang SBMPTN, belajar soal-soalnya yang seabreg, pokoknya berusaha semaksimal mungkin. Karena seperti yang banyak orang katakan, SNMPTN itu hanya bonus, ga boleh berharap banyak. Karena pengen banget masuk kampus itu, ku tak daftar apa-apa selain SBMPTN, pokoknya harus banget coba semaksimal mungkin buat masuk sana. (Eh daftar sih satu, daftar beasiswa di salah satu universitas swasta).
Yaaaaaaaaaaa, akhirnya waktu pengumuman SNMPTN. Dibuka web-nya, dan akhirnyaaaa muncullah warna... MERAH. Yaaa merah. Bukan HIJAU. Tidak ada nama kampus itu di sana. Hanya ada kata-kata yang sama sekali tidak ku harapkan. Yap, jujur jika ditanya bagaimana rasanya? Sakit. Sangan sakit. Perasaannya campur aduk. Oke, coba di buka lewat website kampusnya, ku masih berpikir positif. Dan di sana... Ku dapat penolakan kedua. Tidak ada yang kulakukan selain diam di depan layar, melihat kotak merah dan permintaan maaf karena telah gagal. Sedih? Tentu saja. Tapi tidak ingin rasanya menangis, entah kenapa. Membuka chat di handphone pun rasanya tak ingin. Hanya ada satu orang yang ingin ku hubungi. Dia temanku, teman dekatku, bahkan kembaranku. Namanya Ica. Akhirnya aku pun menanyakan hasilnya, dan ternyata, dia pun mengalami penolakan yang sama. Tanpa pikir panjang, kami pun bertemu. Dimana? Di atas salah satu tempat perbelanjaan yang ada di kota kami (tenang, tidak ada niat buruk apapun, hanya ingin pergi dan merasa tidak terlihat untuk sementara saja). Awalnya kami masih berusaha tertawa satu sama lain, tapi tetap akhirnya kami pun menangis karena sama-sama merasa gagal. Yap kami gagal saat itu. Kesempatan pertama, atau nyawa pertama kami telah hilang. Walaupun tetap sakit, kami pun saling menguatkan, dan percaya bahwa masih ada kesempatan lain, ya... masih ada kesempatan lain.
Ternyata... teman-teman dekat di kelasku pun mengalami penolakan yang sama. Kami sama-sama gagal. Saat itu tanggal 27. Besoknya, tanggal 28, kami pun harus hadir di sekolah untuk perpisahan di SMA secara formal. Banyak yang datang dengan wajah senang, bangga, namun tidak sedikit juga yang memasang wajah sedih, putus asa, dan rasanya ingin cepat-cepat pulang. Rasanya "untuk apa merayakan hal seperti ini jika tujuannya saja belum jelas mau ke mana setelah lulus?". Tapi tetap ku berusaha untuk menikmati hari itu, hari dimana mungkin akan sulit untuk bertemu satu sama lain lagi nantinya.
Hidup tentunya ga berhenti di sana. Kesempatan kedua menanti, tantangan kedua menanti. Tentunya semua orang tidak ingin gagal di percobaan ke dua kan? Gagal di percobaan pertama pun tidak ingin, apalagi kesempatan kedua. Oke ku coba dengan memilih:
1. SAPPK
2. FMIPA
3. KIMIA
Pilihan pertamaku masih sama, tekadku masih sama, 'nekad'ku pun masih sama. Mengapa kimia? Padahal pelajaran kesukaanku matematika, bukan kimia. Jadi saat itu ayahku yang menyarankan untuk memilih kimia. Oke kupilih saja kimia sebagai pilihan ketiga.
Tak terasa sudah H-1 tes SBMPTN. Saat itu aku mengikuti program, jadi untuk pemberangkatan menuju tempat tes itu kami pergi bersama-sama. 'Sial'nya, aku tidak bisa tidur sampai jam 3 pagi, sedangkan harus sudah bersiap-siap dari jam 3 pagi untuk mandi dan lain-lain. Walaupun sudah mencari tempat tidur yang paling nyaman, posisi tidur yang paling nyaman, mencoba untuk relax dan lain-lain, tetap saja aku tidak bisa tidur. Karena harus pergi bersama rombongan, waktu tidurku pun sangat sedikit. Tapi kembali lagi, Bismillah, aku pergi dengan modal yang sudah ku pegang. Percaya saja pada kemampuanku. Akhirnya semuanya pun ku lewati. Sekali lagi, aku yakin, dengan do'a yang kuat, usaha maksimal, do'a dari orang tua, semua pasti berjalan lancar. Tentu saja kan?
Karena orang tuaku terlalu khawatir dengan hasilnya, aku pun disarankan untuk mengikuti tes atau ujian mandiri. Oke, aku pun ikut tes di beberapa universitas. Entah kenapa, rasanya lama sekali menunggu hasil SBMPTN keluar. Walaupun belum yakin dengan hasilnya, tetap saja ingin cepat-cepat tahu hasilnya.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun datang. Saat dimana beribu-ribu orang, beratus-ratus calon mahasiswa membuka website yang sama untuk mengetahui hasilnya. Oke. Siapkan hati. Siapkan pikiran. Siapkan semuanya. Apapun hasilnya. Ya begitu hasilnya. Oke... hasilnya... HIJAU! SELAMAT! Yaa Selamat. Namun ternyata ku lulus di pilihan ketiga. Entah ku harus senang ataupun sedih. Karena secara tidak langsung itu penolakan yang kedua. Penolakan setelah mencoba kesempatan kedua. Kembali lagi, ku hanya bisa terdiam. Ada saat ku senang, ada saat juga sedih. Oke, mencoba tetap positif. Masih ada tahun selanjutnya! Ya, tahun selanjutnya! Oke, masih ada kesempatan ketiga.
Hancur? Ya, tentu saja. Sedih? Ya, pasti. Merasa putus asa? Ya, siapa yang tidak akan merasa putus asa setelah gagal KEMBALI. Oke. Itulah hasilnya, ku bisa apa?
Saat awal-awal masuk ke sana, ku masih merasa semangat. Namun tetap saja ada yang mengganjal. Tetap saja terasa seperti kegagalan. Mimpi yang sudah dibangun, rasanya runtuh begitu saja. Karena tidak ingin menganggur, ku ambil saja. Awal-awal rasanya berat, susah sekali rasanya untuk move on yaa, susah sekali. Seperti terjebak pada impian lama yang tak kunjung terwujud. Tidak bersyukur? Bukan. Bukannya tidak bersyukur dengan apa yang sudah didapat, tetapi hanya saja terlalu kecewa dengan diri sendiri.
Semester 1 dilewati. Semua terasa berat, masih saja terbelenggu dengan impilan lama. Berat sekali rasanya untuk menjalaninya. Pikiran dan hati pun masih tertutup.
Semester 2 dilewati. Mulai menikmati dan bisa mengikuti apa yang dipelajari. Tapi tetap saja terbayang-bayangi. Namun untungnya banyak sekali kegiatan di semester 2 ini, jadi sedikit teralihkan.
Semester 3 pun dilewati, walaupun dari semester 3 ini semua mata kuliah sudah berbau kimia semua. Tapi, di semester 3 ini, akupun mulai merasa nyaman di sini.
Semester 4 dilewati. Banyak yang aku mulai di sini. Mulai bisa menerima. Mulai ikut kegiatan-kegiatan, dan lain-lain.
dan Semester 5 pun dilewati. Ya... Akhirnya semester 5 dilewati.
Entah telat atau apa. Aku baru menyadarinya sekarang. Pikiran dan hatiku pun terbuka seutuhnya, walupun sebenarnya sudah mulai terbuka dari semester 3, namun saat itu rasanya semua masih berat, karena belum sepenuhnya ikhlas menerima semuanya. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang terjawab, seakan-akan semuanya terbuka. Tidak ada yang ditutup-tutupi lagi. Yang paling penting adalah:
"Belum tentu apa yang menurut kita terbaik untuk diri kita adalah yang terbaik untuk kita. Lihat kembali, apakah itu hanya ego semata? Apa sebenarnya tujuan kita menginginkan itu? Kuasa apa yang kita punya untuk terus bersikeras mendapatkan sesuai dengan apa yang kita inginkan?"
"Belum tentu apa yang menurut kita terbaik untuk diri kita adalah yang terbaik untuk kita. Lihat kembali, apakah itu hanya ego semata? Apa sebenarnya tujuan kita menginginkan itu? Kuasa apa yang kita punya untuk terus bersikeras mendapatkan sesuai dengan apa yang kita inginkan?"
Aku seakan-akan ditampar oleh kenyataan. Tanpa aku sadari, memang inilah yang terbaik untuk diriku. Dan memang, do'a orang tuaku adalah "berikanlah apa yang terbaik untuk anakku" bukan "luluskanlah anakku di kampus A." Sungguh Allah tau apa yang terbaik untukku. Di sini, aku mendapatkan teman-teman yang baik, lingkungan yang nyaman, tidak hanya lingkungan tempat berkuliah, tapi pergaulannya pun tampak sesuai dengan diriku. Memang benar, semuanya telah dibuat khusus untukku. Ya, Allah SWT memang pembuat rencana terbaik. Aku memang terlalu terlambat untuk menyadari semua ini. Tapi, terlambat lebih baik daripada tidak sama sekali.
Tugas kita hanyalah berusaha untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Tapi hasilnya kembali lagi kepada yang maha kuasa. Kita tidak bisa menentukan jalan kita sendiri, karena memang sebenarnya tidak ada yang tahu apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Tidak ada namanya kegagalan setelah berusaha, lihat kembali, apakah itu kegagalan, ataukah pintu baru untuk memulai kesuksesan?
Jangan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan. Jangan terlalu lama menyesali. Karena tanpa disadari kita akan melewati banyak hal, yap, banyak sekali hal. Dan itu malah akan membuat penyesalan baru. Sampai kapan mau menyesal? Hidup hanya untuk disesali? Sungguh rugi.
Ingatlah. Jangan sia-siakan apa yang didapat, mungkin orang lain tidak memiliki kesempatan yang sama, mungkin saja orang lain berusaha sekeras mungkin untuk mendapatkan kursi di sini, sedangakan kamu menyia-nyiakannya. Dan selalu ingat juga, dibalik semua ini, tidak hanya kita yang berusaha keras, orang tua pun ikut berusaha membantu. Jika kita terus menyesal dan terus merasa gagal, bukannya itu malah semakin menyakiti hati orang tua? Yap. Semua ini adalah tamparan yang sangat keras bagiku.
Bukalah mata, pikiran, dan hati. Maka segalangan akan terasa ringan dan mudah, di saat kita mulai bisa menerima :) Hidup hanya sekali. Tidak akan pernah ada hari bahkan detik yang terulang. Jika terus menyesal, kapan akan bergerak maju?